Untuk
salat fardhu dalam kenderaan juga wajib memenuhi hal-hal berikut:
1. Wajib
menyempurnakan ruku’, sujud dan rukun-rukun lainya.
2. Wajib
menghadap kiblat dari awal hingga akhir salat.
3. Wajib
Istikrar (tidak bergerak tiga kali atau lebih berturut-turut)
4. Wajib
dilakukan dalam keadaan berdiri kecuali ada ozor yang membolehkan tidak
berdiri.
5. Bila
syarat-syarat atau rukun salat tidak bisa dipenuhi, maka wajib salat menghormati
waktu dengan menyempurnakan syarat rukun sebisanya dan salat tersebut wajib
diqadha.
Lihat:
Zakaria al-Anshari, Asna al-Muthalib Fii
Syarh Raudh At-Thalib, (Daar al-Kutub, t.t), juz, 1. hal. 136.
(فَرْعٌ يُشْتَرَطُ
فِي) صِحَّةِ صَلَاةِ (الْفَرِيضَةِ الِاسْتِقْرَارُ وَالِاسْتِقْبَالُ وَتَمَامُ الْأَرْكَانِ)
احْتِيَاطًا لَهَا وَلِمَا مَرَّ فِي خَبَرِ الشَّيْخَيْنِ أَوَائِلَ الْبَابِ (إلَّا
لِضَرُورَةٍ كَخَوْفِ فَوْتِ رُفْقَةٍ) وَإِنْ لَمْ يَتَضَرَّرْ بِهِ كَمَا اقْتَضَاهُ
كَلَامُهُمْ هُنَا وَصَرَّحُوا بِهِ فِي نَظِيرِهِ مِنْ التَّيَمُّمِ لِمَا فِي ذَلِكَ
مِنْ الْوَحْشَةِ فَلَهُ أَنْ يُصَلِّيَهَا عَلَى الدَّابَّةِ سَائِرَةً إلَى مَقْصِدِهِ
(وَيُعِيدَ) هَا
“Far’un:
Untuk sah salat fardhu disyaratkan tidak bergerak-gerak, menghadap kiblat dan
menyempurnakan segala rukun karena hati-hati untuk salat fardhu dan berdasarkan
hadis Bukhari dan Muslim yang telah disebutkan di awal bab kecuali karena
dharurah seperti takut tertinggal oleh rombongan walaupun ia tidak mudharat karena
itu sebagaimana dipahami dari kalam ulama dalam masalah ini. Para ulama juga
menjelaskannya secara jelas pada masalah tayamum dengan alasan al-Wahsyah maka
orang itu boleh salat di atas kendaraan yang sedang berjalan ketujuannya dan ia
wajib mengulangi salatnya.”
Imam
An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhazab, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad,
t.t), juz, 3, hal. 221 – 222.
(الثَّامِنَةُ) شَرْطُ
الْفَرِيضَةِ الْمَكْتُوبَةِ أَنْ يَكُونَ مُصَلِّيًا مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مُسْتَقِرًّا
فِي جَمِيعِهَا فَلَا تَصِحُّ إلَى غَيْرِ الْقِبْلَةِ فِي غَيْرِ شِدَّةِ الْخَوْفِ
وَلَا تَصِحُّ مِنْ الْمَاشِي الْمُسْتَقْبِلِ وَلَا مِنْ الرَّاكِبِ الْمُخِلِّ بِقِيَامٍ
أَوْ اسْتِقْبَالٍ بِلَا خِلَافٍ
“(Kedelapan)
Dalam Salat fardhu disyaratkan menghadap kiblat dan tidak bergerak pada seluruh
bagian salatnya, maka tidak sah salat fardhu tanpa menghadap kiblat pada selain
bersangatan takut dan tidak sah salat
fardhu sambil berjalan kaki walaupun menghadap kiblat dan tidak sah salat
fardhu di atas kenderaan tanpa berdiri betul atau tanpa menghadap kiblat, hal
ini tidak diperselisihkan.”
(فَرْعٌ)
قَالَ أَصْحَابُنَا إذَا صَلَّى الْفَرِيضَةَ
فِي السَّفِينَةِ لَمْ يَجُزْ لَهُ تَرْكُ الْقِيَامِ مَعَ الْقُدْرَةِ كَمَا لَوْ
كَانَ فِي الْبَرِّ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ يَجُوزُ
إذَا كَانَتْ سَائِرَةً قَالَ أَصْحَابُنَا فَإِنْ كَانَ لَهُ عُذْرٌ مِنْ دَوَرَانِ
الرَّأْسِ وَنَحْوِهِ جَازَتْ الْفَرِيضَةُ قَاعِدًا لِأَنَّهُ عَاجِزٌ فَإِنْ هَبَّتْ
الرِّيحُ وَحَوَّلَتْ السَّفِينَةَ فَتَحَوَّلَ وَجْهُهُ عَنْ الْقِبْلَةِ وَجَبَ رَدُّهُ
إلى القبلة ويبى عَلَى صَلَاتِهِ
“Far’un:
Menurut ulama As-Syafi’iyah apabila seseorang salat fardhu dalam safinah dia
tidak boleh meninggalkan berdiri bila ia sanggup sebagaiman salat di darat. Pendapat
ini sesuai dengan pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad. Menurut Abi Hanifah boleh
meninggalkan berdiri bila safinah sedang melaju. Ulama mazhab as-Syafi’I berkata,
bila ada ozor seperti pusing kepala dan lain-lain boleh salat fardhu sambil
duduk karena ia tidak mampu berdiri. Maka jika safinah dibelokkan oleh angin
dan ia terpaling dari kiblat, dia wajib kembali kearah kiblat dan meneruskan
salatnya.”
(فَرْعٌ)
قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ
الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ
إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ
لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى
الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ
هَكَذَا ذَكَر الْمَسْأَلَةَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ صَاحِبُ التَّهْذِيبِ وَالرَّافِعِيُّ
“Far’un: Berkata Ulama Mazhab as-Syafi’I,
apabila datang waktu salat maktubah padahal mereka berada dalam kenderaan yang
sedang melaju dan khawatir akan tertinggal dari rombongan bila salat diluar
kenderaan dengan menghadap kiblat atau dia khawatir tentang keselamatan dirinya
atau keselamatan hartanya dia tidak
boleh meninggalkan salat dan mengeluarkannya dari waktunya tetapi ia wajib
salat di atas kenderaan untuk menghormati waktu dan wajib meng-I’adah salat
tersebut karena itu adalah ozor yang jarang terjadi. Demikian masalah ini
disebutkan oleh jama’ah ulama di antaranya pengengarang kitab at-tahzib dan Imam
ar-Rafi’i.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar