1. Sampai
ketempat tujuan bila sebelum sampai ketempat tujuan telah diniatkan untuk
menetap dalam waktu yang tidak ditentukan.
2. Sampai
ketempat tujuan bila sebelum sampai ketempat tujuan telah diniatkan untuk
menetap selama 4 hari penuh atau lebih (tidak termasuk hari masuk dan hari
keluar).
3. Ketika
berniat untuk menetap dalam waktu yang tidak ditentukan bila berniat setelah
sampai ketujuan.
4. Ketika
berniat untuk menetap selama 4 hari penuh atau leih bila berniat setelah sampai
ketujuan.
5. Dengan
berlalu waktu 4 hari penuh bila tidak diniatkan untuk menetap.
6. Dengan
berlalu waktu 18 hari bila berniat untuk pulang kapan saja urusannya selesai.
7. Hari
masuk dan hari keluar tidak dihitung dalam hitungan empat hari.
Jalaluddin al-Mahalli, Syarh Al-Mahalli
alaa Minhaj at-Thalibiin “Kanz ar-Raaghibiin”, (_______ Mustafa
al-Baabi, t.t.), juz. 1. Hal. 257 – 258.
(وَلَوْ نَوَى) الْمُسَافِرُ
(إقَامَةَ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ بِمَوْضِعٍ) عَيَّنَهُ (انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِوُصُولِهِ)
أَيْ بِوُصُولِ ذَلِكَ الْمَوْضِعِ، وَلَوْ نَوَى بِمَوْضِعٍ وَصَلَ إلَيْهِ إقَامَةَ
أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ
انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِالنِّيَّةِ، وَلَوْ نَوَى إقَامَةَ مَا دُونَ الْأَرْبَعَةِ فِي
الْمَسْأَلَتَيْنِ، وَإِنْ زَادَ عَلَى الثَّلَاثَةِ لَمْ يَنْقَطِعْ سَفَرُهُ وَلَوْ
أَقَامَ أَرْبَعَةَ أَيَّامٍ بِلَا نِيَّةٍ انْقَطَعَ سَفَرُهُ بِتَمَامِهَا. وَأَصْلُ
ذَلِكَ كُلِّهِ حَدِيثُ: «يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا»
. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ «وَكَانَ يَحْرُمُ عَلَى الْمُهَاجِرِ الْإِقَامَةُ بِمَكَّةَ
وَمُسَاكَنَةُ الْكُفَّارِ» . كَمَا رَوَاهُ الشَّيْخَانِ فَالتَّرْخِيصُ بِالثَّلَاثِ
يَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا لَا تَقْطَعُ حُكْمَ السَّفَرِ بِخِلَافِ الْأَرْبَعَةِ وَأَلْحَقَ
بِإِقَامَتِهَا نِيَّةَ إقَامَتِهَا، وَتُعْتَبَرُ بِلَيَالِيِهَا (وَلَا
يُحْسَبُ مِنْهَا يَوْمَا دُخُولِهِ وَخُرُوجِهِ عَلَى الصَّحِيحِ) لِأَنَّ فِيهِمَا
الْحَطَّ وَالرَّحِيلَ، وَهُمَا مِنْ أَشْغَالِ السَّفَرِ،
(وَلَوْ
أَقَامَ بِبَلَدٍ) أَوْ قَرْيَةٍ (بِنِيَّةِ أَنْ يَرْحَلَ إذَا حَصَلَتْ حَاجَةٌ يَتَوَقَّعُهَا
كُلَّ وَقْتٍ قَصَرَ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ يَوْمًا) لِأَنَّهُ «- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - أَقَامَهَا بِمَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ لِحَرْبِ هَوَازِنَ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ»
رَوَاهُ أَبُو دَاوُد.
“Bila seorang musafir berniat untuk
bermukim selama empat hari di suatu tempat yang telah ia tentukan maka
terputuslah safirnya dengan samapai ketempat tersebut. Jikalau seseorang
berniat untuk menetap di sautu tempat setelah samapai di tempat tersebut maka
safirnya terputus semenjak ia berniat. Jikalau ia berniat menetap kurang dari
empat hari pada dua masalah walaupun lebih dari tiga hari safirnya tidak
terputus. Jikalau dia menetap selama empat hari tanpa niat maka safirnya
terputus dengan sempurna empat hari. Dalil semua itu adalah hadis muttafun
alaih “Para muhajir menetap di mekah setelah melaksanakah haji selama tiga
hari.” “Dan orang-orang muhajir haram
bermukim di Mekah dan tinggal bersama orang kafir.” Sebagaimana diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim, maka pembolehan tiga hari menunjukkan bahwa menetap tiga
hari itu tidak memutuskan safir dengan sebalik menetap empat hari. Dan diqiyaskan
niat empat hari kepada menetap empat hari. Empat hari itu juga termasuk
malam-malamnya. Hari masuk dan hari keluar tidak dihitung menurut pendapat
shahih karena pada keduanya ada perhentian dan keberangkatan yang keduanya
merupakan kesibukan safir.
Jika seseorang menetap di suatu balad atau
qaryah diniat dia akan berangkat apabila keperluannya telah selesai yang
keperluan itu bisa terselesaikan kapan saja dia boleh menqasar selama delapan
belas hari. Dalilnya, “Rasulullah. Saw bermukim di Mekah selama delapan belas
hari pada tahun penaklukan Mekah untuk perang Hawazin, dalam waktu itu beliau
mengqashar salatnya.” (H. R. Abu Daud).
Juga bisa dilihat dalam:
Mughni al-Muhtaj, juz, 1. Hal. 519.
Nihayah al-Muhtaj, juz, 2, hal. 376 – 377.
Nihayah al-Muhtaj, Juz, 2, hal. 254.
Hasyiyah I’anaha at-Thalibin, juz,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar