Dalam
perjalanan jauh (sekitar 100 KM) seorang musafir dirukhsakhkan (diberi
keringanan) untuk memendekan (qashar) shalat fardhu empat raka’at menjadi dua
raka’at dan dirukhsakhkan untuk mengumpulkan (jama’) salat Dhuhur dengan
salat Ashar dan salat Magrib dengan salat Isya.
Seseorang
yang berstatus safir yang mencukupi syarat dibolehkan melaksanakan salat dengan
salah satu dari empat cara:
1. Salat
seperti biasa
2. Salat
dengan qashar tanpa jama’
3. Salat
dengan jama’ tanpa qashar
4. Salat
dengan jama’ serta qashar
Kapan waktunya niat
salat qashar dan jama’?
1. Waktu
niat untuk salat qashar adalah mesti dalam takbiratul ihram setiap salat yang
diqashar.
2. Waktu
niat untuk jama’ takdim adalah mesti dalam salat yang pertama walaupun ketika
salam (tidak mesti dalam takbiratul ihram).
a. Bila
salat Ashar ingin dijama’ dengan salat Dhuhur dalam waktu Dhuhur maka wajib
diniatkan dalam salat dhuhur.
b. Bila
salat Isya ingin dijama’ dengan salat Magrib dalam waktu Maghrib maka wajib
diniatkan dalam salat maghrib.
c. Dalam
jama’ takdim wajib tertib dan muwalat antara salat dalam waktu ashli (Dhuhur
atau Maghrib) dan salat yang dijamak kepada waktu lain (Ashar dan Isya).
3. Waktu
niat untuk jama’ takkhir adalah dalam waktu yang pertama.
a. Bila
salat Dhuhur ingin dijama’ dengan salat Ashar dalam waktu Ashar maka wajib
diniatkan dalam waktu Dhuhur.
b. Bila
salat Magrib ingin dijama’ dengan salat Isya dalam waktu Isya maka wajib
diniatkan dalam waktu Maghrib.
c. Dalam
Jama’ takkhir tidak wajib tertib dan tidak wajib muwalat.
Lihat:
Abubakar bin Muhammad Taqiyuddin, Kifayah
al-Akhyar fii Halla Ghayah al-Ikhtishar, (Damsyiq: Daar al-Khair, 1994), hal.
138.
وَاعْلَم أَن شَرط الْقصر أَن ينويه لِأَن الأَصْل الْإِتْمَام فَإِذا
لم ينْو الْقصر انْعَقَد إِحْرَامه على الأَصْل وَيشْتَرط أَن تكون نِيَّة الْقصر وَقت
التَّحْرِيم بِالصَّلَاةِ كنيته
“Dan
ketahuilah bahwa syarat qashar itu mesti diniatkan karena shalat yang ashli
adalah sempurna maka apabila tidak diniatkan qashar maka ihrahmnya akan ter’akad
atas ashalnya (sempurna). Dan disyaratkan bahwa niat qashar mesti dalam
takbiratul ihram sebagaimana niat salat itu sendiri.”
Abubakar bin Muhammad Taqiyuddin, Kifayah
al-Akhyar fii Halla Ghayah al-Ikhtishar, (Damsyiq: Daar al-Khair, 1994), hal,
139.
ثمَّ لجمع التَّقْدِيم ثَلَاثَة شُرُوط أَحدهَا أَن يبْدَأ بِالْأولَى
بِأَن يُصَلِّي الظّهْر قبل الْعَصْر وَالْمغْرب قبل الْعشَاء لِأَن الْوَقْت للأولى
وَالثَّانيَِة تبع لَهَا وَالتَّابِع لَا يتَقَدَّم على الْمَتْبُوع فَلَو بَدَأَ بِالثَّانِيَةِ
لم تصح وَيُعِيدهَا بعد الأولى
الشَّرْط الثَّانِي نِيَّة الْجمع عِنْد تحرم الأولى أَو فِي أَثْنَائِهَا
على الْأَظْهر فَلَا يجوز بعد سَلام الأولى
الشَّرْط الثَّالِث الْمُوَالَاة بَين الأولى وَالثَّانيَِة لِأَن الثَّانِيَة
تَابِعَة وَالتَّابِع لَا يفصل عَن متبوعه وَلِأَنَّهُ الْوَارِد عَنهُ عَلَيْهِ الصَّلَاة
وَالسَّلَام وَلِهَذَا يتْرك الرَّوَاتِب بَينهمَا فَلَو وَقع الْفَصْل الطَّوِيل بَينهمَا
امْتنع ضم الثَّانِيَة إِلَى الأولى وَيتَعَيَّن تَأْخِيرهَا إِلَى وَقتهَا سَوَاء
طَال بِعُذْر كالسهو وَالْإِغْمَاء وَغَيره أم لَا وَلَا يضر الْفَصْل الْقصير
“Kemudian, syarat jama’
takdim itu ada tiga: 1) dimulai dengan salat pertama, dengan melakukan salat
dhuhur sebelum ashar dan maghrib sebelum isya karena waktu adalah milik salat
pertama dan salat kedua mengikuti salat pertama dan pengikut tidak mungkin
didahulukan dari yang diikuti. Apabila salat kedua (Ashar dan Isya) dilakukan
sebelum salat pertama (dhuhur atau maghrib) maka salat kedua itu tidak sah dan
wajib diulang setelah salat pertama. 2) Niat jama’ ketika takbiratul ihram
salat pertama atau dalam celah-celah salat pertama berdasarkan pendapat azhar
maka tidak boleh niat jamak setelah salam salat pertama. 3) Mualat antara salat
pertama dan salat kedua, karena salat kedua mengikuti salat pertama dan
pengikut tidak bisa dipisahkan dengan yang diikuti. Alasan lain, karena
demikianlah warid dari Rasulullah. Saw, karena alasan inilah salat rawatib
ditinggalkan di antara keduanya. Maka apabila terjadi selang yang panjang antara
keduanya maka tidak boleh dijama’ salat kedua kepada salat pertama dan salat
kedua mesti dilaksanakan dalam waktunya baik selang yang panjang itu karena
ozor atau bukan, contoh ozor adalah lupa, pingsan dan lain-lain. Sedangkan selang
yang pendek tidak apa-apa.”
أما جمع التَّأْخِير فَلَا يشْتَرط التَّرْتِيب بَين الصَّلَاتَيْنِ وَلَا
نِيَّة الْجمع حَال الصَّلَاة على الصَّحِيح وَلَا الْمُوَالَاة نعم يجب أَن يَنْوِي
فِي وَقت الأولى كَون التَّأْخِير لأجل الْجمع تمييزاً عَن التَّأْخِير مُتَعَدِّيا
وَلِئَلَّا يَخْلُو الْوَقْت عَن الْفِعْل أَو الْعَزْم فَإِن لم ينْو عصى وَصَارَت
الأولى قَضَاء وَالله أعلم
“Adapun jama’
takkhir maka tidak disyaratkan tertib di antara dua salat dan tidak disyaratkan
niat jama’ ketika salat berdasarkan pendapat shahih dan tidak disyaratkan
mualat. Akan tetapi wajib diniatkan dalam waktu pertama bahwa mentakkhirkan
salat kepada waktu kedua adalah karena jama’ untuk membedakan antara takkhir
yang dilarang dan supaya waktu tidak kosong dari perbuatan atau azam. Apabila tidak
diniatkan jama’ dalam waktu pertama maka ia berdosa dan salat pertama itu
berstatus qadha.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar