Ada kesan geli ketika suatu ketika saya
melihat seseorang marah karena terkena percikan air bekas wudhu’ kawannya.
Sambil ngomel dengan ekspresi jengkel dia membasuh pakaiannya yang terkena
percikan air bekas wudhu’ temannya.
Peristiwa itu
menunjukkan bahwa ada sebagian orang awam (walau berijazah sarjana) yang
menganggap bahwa air musta’mal itu adalah najis sehingga pakaian yang terkena
percikannya wajib dibasuh.
Di
sisi lain, sangat banyak vonis hukum bahwa mandi junub tidak sah karena adanya
tetesan air musta’mal yang jatuh kedalam timba ketika seseorang menimba air
dari sumur. Alasannya, karena air dalam timba itu tidak sampai dua kulah dan
air yang tidak sampai dua kulah akan menjadi musta’mal bila bercampur dengan
air musta’mal.
Fenomena
ini menunjukkan bahwa banyak sekali anggapan keliru tentang “musta’amal air
dengan air musta’mal.” Sehingga menyimpulkan musta’mal satu timba air yang
bercampur dengan setetes air musta’mal dan air itu tidak boleh lagi dugunakan
untuk membasuh najis atau merafa’ hadas.
Lalu
sebenarnya bagaimana?
1. Air
musta’mal (bekas basuhan fardhu wudhu’ dan fardhu mandi) adalah suci tapi tidak
menyucikan. (Air musta’mal bukan najis).
2. Air
mu’atamal adalah benda suci yang memiliki sifat yang sama dengan sifat-sifat
air muthlaq. Bila benda suci yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan sifat
air bercampur dengan air maka dibandingkan andai yang bercampur dengan air itu
adalah benda yang memiliki sifat yang
berbeda dengan sifat air misalnya warna sirup, bau kemenyan dan rasa gula.
(sebenarnya dalam perbandingan cukup dengan benda yang memiliki sifat sedang
tidak terlalu tajam).
Bila dalam
perbandingan dapat mengubah salah satu sifat air maka air itu bukan lagi air
mutlaq dan tidak sah digunakan untuk membesihkan najis atau menghilangkan
hadas.
Bila dalam
perbandingan tidak mengubah sifat-sifat air maka air itu masih termasuk air
mutlaq dan sah digunakan untuk membersihkan najis dan menghilangkan hadas.
Bila
air musta’mal jatuh kedalam air yang tidak sampai dua kulah maka bandingkanlah
andai yang jatuh kedalam air itu adalah sirup, apakah dengan sirup sebanyak air
musta’mal itu dapat mengubah warna air tersebut?. Bila ya, air itu tidak sah
digunakan untuk bersuci, bila tidak, air itu masih suci menyucikan.
Dengan
demikian bisa dipastikan air satu timba yang terjatuh setetes air musta’mal
kedalamnya masih suci menyucikan bahkah sampai sepuluh tetes air musta’mal
jatuh kedalamnya masih suci menyucikan Karena bila satu timba air dimasukkan
sepuluh tetes sirup kedalamnya tidak ada terjadi perobahann berarti.
Lihat:
As-Said al-Bakri, Hasyiyah I’anah
at-Thalibiin, dicetak bersama Fath al-Mu’in, juz, 1, (Semarang:
Thaha Putra, t.t), hal. 29.
(قوله: ولو تقديريا) أي ولو كان التغير حاصلا بالفرض والتقدير لا بالحس،
وهو ما يدرك بإحدى الحواس التي هي الشم والذوق والبصر، وذلك بأن يقع في الماء ما يوافقه
في جميع صفاته، كماء مستعمل، أو في بعضها كماء ورد منقطع الرائحة وله لون وطعم أو أحدهما
ولم يتغير الماء به، فيقدر حينئذ مخالفا وسطا، الطعم طعم الرمان واللون لون العصير
والريح ريح اللاذن - بفتح الذال المعجمة - فإذا كان الواقع في الماء قدر رطل مثلا من
ماء الورد الذي لا ريح له ولا طعم ولا لون، نقول: لو كان الواقع فيه قدر رطل من ماء
الرمان هل يغير طعمه أم لا؟ فإن قالوا: يغيره.
انتفت
الطهورية. وإن قالوا
لا يغيره. نقول: لو كان الواقع فيه قدر رطل من اللاذن هل يغير ريحه أو لا؟ فإن قالوا:
يغيره. انتفت الطهورية. وإن قالوا: لا يغيره. نقول: لو كان الواقع فيه قدر رطل من عصير
العنب هل يغير لونه أو لا؟ فإن قالوا: يغيره. سلبناه الطهورية. وإن قالوا: لا يغيره،
فهو باق على طهوريته.
“Sekalipun perobahan itu hasil perbandingan bukan secara hissi
yaitu sesuatu yang bisa diindrakan dengan salah satu indra yaitu penciuman,
rasa dan penglihatan. Contohnya adalah bahwa kedalam air jatuh benda yang
memiliki semua sifat-sifat yang sama dengan semua sifat-sifat air seperti air musta’mal atau memiliki
sebagian sifat yang sama dengan sebagian sifat air seperti air bunga yang telah
hilang baunya sedangkan ia memiliki warna dan rasa tapi warna dan rasa itu
tidak mengubah warna dan rasa air. Maka ditakdirkan seolah-olah benda yang
jatuh itu adalah benda yang memiliki sifat yang berbeda dengan sifat air dengan
ukuran sedang yaitu rasa delima, warna perahan anggur, dan bau buah lazan
dengan fatah dzal bertitik. Apabila benda yang jatuh itu satu rithal air bunga
yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak punya rasa kita bertanya:
Bila yang jatuh kedalam air tersebut
satu rithal air delima apakah ia dapat mengubah rasa air?
Bila ya, maka air itu tidak lagi meyucikan.
Bila tidak, kita bertanya lagi. Bila yang
jatuh kedalam air itu satu rithal buah lazan apakah dapat mengubah bau air?
Bila ya, maka air itu tidak lagi
menyucikan
Bila tidak, kita bertanya lagi. Bila yang
jatuh kedalam air itu satu rithal air perahan anggur apakah dapat mengubah
warna air?
Bila ya, maka air itu tidak lagi
menyucikan.
Bila tidak, maka air itu tetap suci
menyucikan."
Bagaimana bila air mustakmal itu di gunakan untuk cebok !?
BalasHapusdan mensucikan najis !?
BalasHapusAir musta'mal tidak sah untuk bersuci dari hadas dan juga tidak sah digunakan untuk istinjak (cebok) dan menyucikan najis.
BalasHapusassalamu'alaikum
BalasHapusbuah ladzaan itu kaya gmna ya?